Bisakah Rebut Kedaulatan Pangan dan Bangkitkan Pangan Nusantara serta Hentikan Impor!

Bisakah Rebut Kedaulatan Pangan dan Bangkitkan Pangan Nusantara serta Hentikan Impor!



Jakarta,  – Miris jika ketergantungan Indonesia pada impor pangan semakin beras, seperti beras dan terigu, yang menunjukan berada pada titik kritis. Seharusnya gejolak geopolitik global mengancam rantai pasok, akan mendorong pemerintah di bawah Presiden Prabowo Subianto untuk menyerukan swasembada pangan. Dalam sidang kabinet 2025, beliau menegaskan urgensi diversifikasi sumber karbohidrat seperti sagu, sorgum, dan jagung, serta protein lokal, untuk memutus jerat impor yang mencapai 3,5 juta ton beras dan 11 juta ton gandum setiap tahun. “Kedaulatan pangan adalah kedaulatan bangsa,” tegasnya, menggarisbawahi pentingnya pangan Nusantara sebagai tulang punggung ketahanan nasional.
Posisi Masyarakat adat menjadi ujung tombak dalam misi ini. Di Maluku, komunitas Haruku dan Rutong mengelola hutan sagu seluas 22 hektar, menghasilkan pangan berkelanjutan sekaligus menarik wisatawan melalui ekowisata. Sagu, dengan produktivitas 20-30 ton per hektar, diolah menjadi biskuit bergizi untuk anak-anak, membuktikan potensi pangan lokal. Sementara itu, proyek Nusantara Food Biodiversity mendokumentasikan lebih dari 500 jenis pangan tradisional, seperti umbi garut dan kacang gude, yang diolah dengan kearifan lokal. Di NTT, misalnya, kacang racun diubah menjadi makanan aman melalui teknik fermentasi tradisional. Di Kalimantan, IDEP Foundation melatih petani agroekologi, mengubah lahan tidur menjadi kebun polikultur yang mengurangi ketergantungan pada beras.



Namun, tantangan besar menghadang. Alih fungsi lahan adat menjadi sawah atau perkebunan monokultur, seperti kelapa sawit, telah menghilangkan 2,5 juta hektar lahan sagu sejak 2000-an. RUU Masyarakat Adat, yang tertunda 15 tahun, melemahkan perlindungan hak tanah adat seluas 20 juta hektar, menurut Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN). Selain itu, generasi muda cenderung memilih makanan instan ketimbang pangan lokal. Komunitas Tengger dan Sumba berupaya melibatkan anak muda melalui ritual tanam, tetapi tanpa pendekatan modern, minat mereka terus merosot.
Strategi inovasi akan menjadi kunci. Koki Ragil Imam Wibowo merevolusi pangan lokal dengan mengolah terong asam dan sukun menjadi selai dan keripik, menarik perhatian pasar urban. Gerakan Pangan Lokal Nusantara, yang diluncurkan di 26 komunitas adat, memperkuat rantai hulu-hilir dengan pengolahan pasca-panen, seperti tepung sagu yang berpotensi menggantikan 15% impor gandum. Teknologi digital juga berperan: Desa Rutong memasarkan sagu ke pasar global melalui platform Rutong.id, meningkatkan pendapatan komunitas.



Bukan hanya mewujudkan kedaulatan pangan menuju 2025, pemerintah perlu mempercepat pengesahan RUU Masyarakat Adat, mengembangkan industri pengolahan pangan lokal, dan melibatkan generasi muda melalui kampanye media sosial di TikTok dan Instagram. Pertanian regeneratif, seperti yang dipraktikkan di Kapuas Hulu, juga dapat meningkatkan ketahanan iklim dan hasil panen hingga 30%. Dengan sinergi antara kearifan lokal, kebijakan progresif, dan inovasi, Indonesia tidak hanya akan memutus ketergantungan pada impor, tetapi juga melestarikan warisan budaya pangan Nusantara yang kaya.

Berita Sebelumnya :


Subsektor Tanaman Pangan Seberapa Ambruk di Triwulan II-2025 ? Krisis Musiman atau Bom Waktu Ketahanan Pangan?


Apa Benar Beras Oplosan dan Musim Kemarau Ancam Krisis Pangan ? Bagaimana Pemerintah Siap Hadapi Lonjakan Harga?


Apa benar Mafia Pangan Menggila ? Beras dan Gula Oplosan Kuasai Pasar Indonesia!
Ternyata Krisis Kemanusiaan di Gaza Terjadi : Kondisi Terkini dan Langkah Menuju Perdamaian


Apa Benar Industri Kemasan Makanan dan Minuman Indonesia Kebal Resesi dan Prospek Cerah ?


Apa benar Gula Petani Tersisih: Lelang Sepi, Impor Ilegal dan Bagaimana Oplosan Kuasai Pasar ?


Apa Benar Kelas Mutu Beras Akan Dihapus ? Akankah Petani Dirugikan, Konsumen Terbebani, Oplosan Mengintai ?

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Misteri Lokasi Masjidil Aqsa: Antara Fakta Sejarah dan Narasi Kontroversial

Ternyata Negeri ini Masih menyisakan kehebatannya

Silaturahmi PKBL PT SI dengan Persatuan Warteg Nusantara