Subsektor Tanaman Pangan Seberapa Ambruk di Triwulan II-2025 ? Krisis Musiman atau Bom Waktu Ketahanan Pangan?

Subsektor Tanaman Pangan Seberapa Ambruk di Triwulan II-2025 ? Krisis Musiman atau Bom Waktu Ketahanan Pangan?



Jakarta,  –  Semua Orang tau subsektor tanaman pangan, tulang punggung ketahanan pangan nasional, mengalami guncangan hebat pada triwulan II-2025. Setelah mencatatkan pertumbuhan fantastis sebesar 42,26% pada triwulan I-2025, subsektor ini terjun bebas ke angka -6,01% pada triwulan II. Penurunan drastis ini menimbulkan tanda tanya besar: apakah ini sekadar anomali musiman atau pertanda krisis yang mengancam ketahanan pangan Indonesia?
Pergeseran Musim Panen dan Bayang-Bayang El Niño
Penyebab utama penurunan ini adalah pergeseran musim panen padi. Pada 2024, fenomena El Niño (Juni 2023–Mei 2024) mengacaukan jadwal tanam dan panen. Musim tanam padi pertama (MT I) tertunda dari Desember-Januari ke Januari-Februari, sehingga panen raya bergeser ke April-Mei (triwulan II). Akibatnya, produksi beras pada triwulan II-2024 mencapai 11,19 juta ton. Namun, pada 2025, cuaca normal mengembalikan musim tanam ke jadwal semula, dengan panen raya terkonsentrasi pada Maret-April (triwulan I), menghasilkan 8,77 juta ton beras. Triwulan II-2025 hanya mencatatkan 10,38 juta ton, jauh di bawah capaian tahun sebelumnya. Pergeseran musiman ini menciptakan "kekosongan" produksi, yang memperparah kontraksi pertumbuhan subsektor.




Dampak Ekonomi yang Mengkhawatirkan
Penurunan ini berdampak signifikan pada sektor pertanian secara keseluruhan. Kontribusi sektor pertanian terhadap perekonomian nasional anjlok dari 1,11% pada triwulan I-2025 menjadi hanya 0,21% pada triwulan II-2025. Ketergantungan pada tanaman pangan, khususnya padi, menunjukkan kerentanan sektor ini terhadap fluktuasi musiman. Jika tidak dikelola dengan baik, penurunan ini dapat mengganggu stabilitas harga pangan dan kesejahteraan petani, yang menjadi tulang punggung ekonomi pedesaan.




Krisis Mutu Gabah: Ancaman Tersembunyi
Di balik faktor musiman, kebijakan pemerintah memperparah situasi. Untuk melindungi petani, pemerintah menerapkan kebijakan "gabah any quality", yang menerima gabah tanpa standar mutu ketat. Namun, kebijakan ini memicu risiko serius. Pertama, moral hazard: petani kurang termotivasi menghasilkan gabah berkualitas tinggi karena tidak ada insentif berbasis mutu. Kedua, beban logistik Badan Urusan Logistik (Bulog) meningkat akibat stok gabah bermutu rendah, yang rentan rusak dan menambah biaya penyimpanan. Di negara berkembang, kerugian pascapanen bisa mencapai 20-50%. Ketiga, munculnya praktik beras oplosan, di mana beras bermutu rendah dicampur dengan beras premium, merugikan konsumen dan pasar akibat ketidaksesuaian Harga Eceran Tertinggi (HET).

Langkah ke Depan: Solusi atau Tantangan Baru?
Pemerintah berencana merevisi kebijakan mutu setelah berakhirnya Inpres No. 6/2025, dengan mengembalikan standar mutu dan sistem rafaksi. Namun, tantangan besar menanti. Infrastruktur pascapanen, seperti fasilitas pengeringan dan penyimpanan, masih minim, memperburuk kerugian produksi. Kementerian Pertanian menargetkan swasembada pangan dengan produksi beras 32 juta ton pada 2025, didukung perluasan lahan dan Brigade Pangan. Namun, ancaman perubahan iklim, keterbatasan lahan, dan efisiensi logistik menjadi hambatan serius.

Menuju Ketahanan Pangan Berkelanjutan
Penurunan subsektor tanaman pangan di triwulan II-2025 mungkin bersifat sementara, tetapi menjadi peringatan akan kerentanan sistem pangan nasional. Pemerintah perlu menyeimbangkan perlindungan petani dengan standar mutu yang ketat, serta menggenjot investasi pada infrastruktur pascapanen. Tanpa langkah konkret, mimpi swasembada pangan 2027 bisa terancam. Apakah ini sekadar krisis musiman, atau bom waktu ketahanan pangan? Waktu akan menjawab, tetapi tindakan harus dimulai sekarang.

Berita Sebelumnya :

Apa Benar Beras Oplosan dan Musim Kemarau Ancam Krisis Pangan ? Bagaimana Pemerintah Siap Hadapi Lonjakan Harga?
Apa benar Mafia Pangan Menggila ? Beras dan Gula Oplosan Kuasai Pasar Indonesia!
Ternyata Krisis Kemanusiaan di Gaza Terjadi : Kondisi Terkini dan Langkah Menuju Perdamaian
Apa Benar Industri Kemasan Makanan dan Minuman Indonesia Kebal Resesi dan Prospek Cerah ?
Apa benar Gula Petani Tersisih: Lelang Sepi, Impor Ilegal dan Bagaimana Oplosan Kuasai Pasar ?
Apa Benar Kelas Mutu Beras Akan Dihapus ? Akankah Petani Dirugikan, Konsumen Terbebani, Oplosan Mengintai ?

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Misteri Lokasi Masjidil Aqsa: Antara Fakta Sejarah dan Narasi Kontroversial

Ternyata Negeri ini Masih menyisakan kehebatannya

Silaturahmi PKBL PT SI dengan Persatuan Warteg Nusantara