Apa Benar Terjadi Krisis Lapangan Kerja Indonesia? PHK Merajalela, Produktivitas Terpuruk, Solusi di Ujung Tanduk?
Apa Benar Terjadi Krisis Lapangan Kerja Indonesia? PHK Merajalela, Produktivitas Terpuruk, Solusi di Ujung Tanduk?
Sektor manufaktur, khususnya industri tekstil dan ekspor, menjadi yang terparah terdampak. Penurunan permintaan global sebesar 7,53% pada triwulan pertama 2025, ditambah ketidakpastian geopolitik seperti kebijakan tarif Amerika Serikat dan fluktuasi nilai tukar, membuat perusahaan menunda investasi. Di dalam negeri, daya beli masyarakat merosot tajam, dengan kelas menengah menyusut 9,5 juta orang dalam lima tahun terakhir. Deflasi pertama dalam 25 tahun dan tingginya biaya produksi—terutama logistik, energi, dan upah—semakin memperburuk situasi. Akibatnya, banyak perusahaan terpaksa mengurangi operasional, bahkan tutup sementara.
Produktivitas tenaga kerja Indonesia juga menjadi sorotan. Dengan angka $23,57 ribu per pekerja, Indonesia tertinggal dari rata-rata ASEAN sebesar $24,27 ribu. Mayoritas pekerja masih berketerampilan rendah dan kurang adaptif terhadap otomatisasi industri. Kesenjangan keterampilan antara lulusan pendidikan dan kebutuhan industri terus melebar, memperparah tantangan pasar tenaga kerja. Apindo menyoroti perlunya reformasi mendesak untuk menyelamatkan situasi ini.
Sejumlah solusi telah diusulkan. Pertama, reformasi struktural melalui penyederhanaan perizinan, harmonisasi regulasi antar-kementerian, dan perbaikan rantai logistik untuk menekan biaya operasional. Kedua, pemerintah diminta memberikan insentif fiskal dan kemudahan akses pendanaan agar perusahaan dapat bertahan tanpa PHK massal. Ketiga, peningkatan keterampilan tenaga kerja melalui program “link and match” antara pendidikan vokasi dan industri, serta modernisasi Balai Latihan Kerja (BLK), menjadi prioritas. Terakhir, BPJS Ketenagakerjaan mendorong cakupan jaminan sosial universal, termasuk untuk pekerja informal dan gig economy, sebagai bantalan perlindungan dari risiko PHK.Kementerian Ketenagakerjaan mencatat 42.000 kasus PHK pada Januari-Juni 2025, namun menegaskan bahwa lowongan kerja di kawasan industri masih tersedia. Untuk mengatasi pengangguran, pemerintah meluncurkan program pelatihan dan pemagangan nasional, sekaligus menangani aksi premanisme yang mengganggu iklim usaha di kawasan industri. Meski demikian, langkah-langkah ini dinilai belum cukup untuk mengatasi krisis yang kompleks.
Ke depan, kolaborasi antara pemerintah, pengusaha, dan akademisi menjadi kunci. Dalam jangka pendek, stabilisasi ekonomi melalui insentif dan reformasi regulasi sangat dibutuhkan. Untuk jangka panjang, peningkatan produktivitas tenaga kerja melalui pendidikan dan pelatihan yang relevan dengan industri harus menjadi fokus. Tanpa langkah konkret, krisis lapangan kerja Indonesia berisiko semakin dalam, mengancam stabilitas ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Waktu terus berjalan, dan solusi kini berada di ujung tanduk.
Komentar