Hutan Mangrove dan Pahit Buahnya
Ini Dia, Jenang, Kerupuk, Sirup dan Dodol Mangrove
Jepara - KeSEMaTBLOG. Lihatlah foto di samping ini. Ini adalah empat buah makanan dan atau minuman mangrove dari puluhan makanan dan minuman mangrove yang didemonstrasikan proses pembuatannya oleh para trainer pelatihan makanan dan minuman mangrove, di program konservasi mangrove tingkat nasional yang diinisiasi oleh KeSEMaT bertajuk MANGROVE REpLaNT (MR) 2009: Seminar Nasional, Pelatihan dan Penanaman Mangrove, yang dilaksanakan di Teluk Awur Jepara, 24 – 26 Juli 2009, yang lalu.
Empat macam penganan mangrove ini adalah jenang mangrove, kerupuk mangrove, sirup mangrove dan dodol mangrove. Keempatnya dibuat dari buah-buahan mangrove. Proses pembuatan semua penganan di atas, sebenarnya mudah dan sama prosesnya layaknya pembuatan jenang, kerupuk, sirup dan manisan biasa. Bedanya, hanya terletak di bahan bakunya saja, yaitu tepung buah mangrove. Sebagai informasi, hal penting yang perlu diperhatikan dalam pembuatan tepung mangrove adalah harus benar-benar dilakukan sesuai dengan petunjuk teknis yang disarankan. Mengingat hampir sebagian besar buah mangrove mengandung tanin yang bersifat racun, maka proses penghilangan racun ini, memang menjadi hal utama yang harus dicermati.
Setelah tanin bisa aman “dikeluarkan” dari buah-buahan mangrove, maka langkah selanjutnya tidak akan terlalu menjadi masalah. Artinya, proses pembuatan tiga makanan dan satu minuman di atas, bisa dilakukan seperti kita membuat makanan dan minuman biasa. Rasa yang ditawarkan mangrove untuk setiap produknya yang berhasil kita olah, ternyata memberikan sensasi rasa yang sangat khas dan berbeda.
Rasa pahit dan tawar yang “terkandung” di buah Lindur (Bruguiera gymnorrhiza) misalnya, serta merta berubah menjadi sangat manis, legit dan gurih pada saat menjadi cake atau kue bolu. Tak hanya itu, buah Sonneratia (Bogem atau Pidada), juga semakin lezat saja, begitu disulap menjadi jenang, sirup, dodol dan kerupuk mangrove.
Diversifikasi produk-produk yang berasal dari buah-buahan mangrove, seperti Bruguiera, Sonneratia, Avicennia, Acanthus, Hibiscus dan lain-lain, tentu saja sangat diperlukan untuk mempopulerkan mangrove ke kalangan masyarakat Indonesia dan dunia. Tapi, tentu saja pemberdayaan buah-buah mangrove dari segi ekonomi ini, bukanlah dimaksudkan untuk mengeksploitasinya secara berlebihan melainkan hanya ditujukan untuk lebih memasyarakatkan mangrove ke kalangan yang lebih luas, lagi. Salam MANGROVER!
Sumber :
http://kesemat.blogspot.com/2009/07/ini-dia-jenang-kerupuk-sirup-dan-dodol.html
19 Juni 2009
Bermula dari Keterpaksaan
PEMANFAATAN mangrove sebagai hidangan alternatif memiliki sejarah cukup panjang. Pada tahun 1965, ketika terjadi krisis pangan yang cukup hebat, masyarakat Teluk Balikpapan ”terpaksa” menyantap buah mangrove dari jenis Bruguiera gymnorrhiza sebagai pengganti nasi.
Caranya, buah mangrove direbus dan dimakan dengan parutan kelapa. Lebih nikmat apabila disantap saat buah masih hangat. Untuk menghilangkan rasa pahit yang melekat pada rebusan buah mangrove, mereka menaburkan gula merah dari nira pohon kelapa yang banyak terdapat di sekitar pantai.
Dalam perkembangannya, dengan teknik pengolahan yang lebih baik, buah bakau juga bisa dijadikan sirup dengan rasa hampir mirip dengan buah apel. Hal ini pernah dibuktikan oleh beberapa mahasiswa Jurusan Biologi Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) Surabaya. Sirup ini bukan hanya aman dikonsumsi, tetapi juga berharga ekonomis. Satu liter sirup bisa dijadikan 40 gelas es.
Tinggi 35 Meter Jenis Bruguiera gymnorrhiza itulah yang kini dianggap paling cocok dikembangkan di Indonesia. Selain batangnya kuat, tinggi pohon bisa mencapai 35 meter, sehingga dapat diandalkan untuk menjaga ekosistem pinggiran laut secara baik. Ia mampu berbuah sepanjang tahun.
Bruguiera gymnorrhiza merupakan salah satu spesies yang digunakan untuk merehabilitasi hutan bakau di kawasan pantai selatan Jawa Tengah, terutama pantai di Cilacap dan Kebumen, serta sepanjang pantai utara Jawa Tengah. Menurut hasil penelitian IPB, jenis ini mengandung karbohidrat cukup tinggi, bahkan melampaui berbagai sumber karbohidrat yang biasa dikonsumsi seperti beras, jagung, singkong, dan sagu.
Hasil penelitian menunjukkan, setiap 100 gram buah mangrove jenis Bruguiera gymnorrhiza memiliki kandungan energi 371 kalori; lebih tinggi dari beras (360 kalori) dan jagung (307 kalori). Kandungan karbohidratnya sebesar 85,1 gram/100 gram buah, lebih tinggi dari beras (78,9 gram) dan jagung (63,6 gram).
Pengganti Karbohidrat Mangrove ini cocok dieksplorasi sebagai sumber pangan lokal alternatif, sebagai pengganti bahan berkabohidrat yang makin mahal. Bruguiera gymnorrhiza mempunyai beberapa nama lokal, seperti lindur (Jawa-Bali), kajang-kajang (Sulawesi), aibon (Biak), dan mangi-mangi (Papua).
Cara pengolahannya tak terlalu rumit. Perendaman dan perebusan bisa menginaktifkan enzim serta mengurangi dan menghilangkan racun-racun pada buah (terutama tanin dan HCN). Melalui perendaman beberapa kali, daging buahnya yang semula berwarna cokelat tua berubah menjadi cokelat muda.
Setelah direbus, kadar HCN bisa ditekan menjadi 0,72 mg, dan turun lagi menjadi 0,504 mg setelah direndam. Sedangkan kadar tanin setelah perebusan 28,2 mg, dan setelah perendaman turun lagi menjadi 25.37 mg.
Sumber :
http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2009/06/19/68540/Bermula-dari-Keterpaksaan
Cegah Kanker Payudara Dengan Tanaman Ciplukan
Tanaman ciplukan ternyata tidak bisa dianggap sepele, meskipun buahnya kecil. Buah tanaman perdu ini ternyata juga mampu mencegah beberapa penyakit terutama kanker payudara. Hal ini seperti yang diutarakan oleh Ameilinda Monikawati.
Ciplukan mengandung senyawa Fisalin dan Withanolid yang disinyalir dari berbagai laporan mengandung aktivitas antikanker. Tanaman ini juga bersifat sitotoksik pada beberapa sel kanker, mampu menghambat pertumbuhan sel kanker payudara MDA-MB 231, sel adenokarsinoma paru NCL-H23, sel leukimia, serta memiliki aktivitas anthihepatoma pada sel hepatoma manusia Hep G2, Hep 3B, dan PLC/PRF/5.
“Dari penelitian-penelitian yang dilakukan menguatkan bila Ciplukan memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai agen kemopreventif,” ungkap Ameilinda Monikawati di kampus Universitas Gadjah Mada (UGM) di Bulaksumur, Yogyakarta, Rabu (1/12/2010).
Meanfaat tanaman tersebut terbukti mampu menghambat sel kanker payudara setelah dijadikan ekstrak. Ekstrak diperoleh daripengolahan buah ciplukan yang telah dihilangkan akarnya.
Ameilinda mengatakan aktivitas kemopreventif ekstrak etanolik herba Ciplukan menjadi alternatif pengobatan penderita kanker payudara. Sementara pengobatan kanker payudara dengan kemoterapi selama ini dinilai kurang efektif. Dengan kemoterapi seringkali menimbulkan adanya resistensi, serta beberapa efek samping seperti mual, muntah, toksisitas pada jaringan normal, toksisitas pada jantung menekan sistim imun.
“Karenanya dibutuhkan suatu alternatif terapi kanker yang lebih aman, terjangkau dan efektif,” katanya.
Secara in vitro dari penelitian ini berhasil menekan pertumbuhan sel kanker hingga 20 persen. Hanya saja tidak hanya secara in vitro, untuk mendukung penelitian potensi Ciplukan sebagai agen kemopreventif pada kanker payudara maka dilakukan pula secara uji in vivo. Uji secara in vivo ini bertujuan untuk mengobservasi pengaruh EHC pada hewan uji tikus betina galur Sprague Dawley.
Uji in vivo ini, kata Amelianda dilakukan melalui pengamatan hispatologi sel payudara dengan metode pewarnaan Hematoksilin & Eosin, serta aktivitas antiproliferasi EHC dengan metode AgNOR pada tikus yang terinduksi DMBA. Hasil penelitian menunjukkan bahwa EHC mampu menghambat proses karsiogenesis dari DMBA dan memiliki aktivitas antiproliferatif dengan menunjukkan black dots (nilai mAgNOR) dibandingkan dengan kelompok kontrol DMBA.
Dari penelitian yang dilakukan Amelianda, Inna dan Sofa berkesimpulan Ciplukan berpotensi untuk dikembangkan sebagai agen kemoprevensi kanker payudara melalui induksi apoptosis dan penghambatan proliferasi sel. Selain itu Ciplukan dapat dijadikan pula sebagai agen ko-kemoterapi dengan doxorubicin.
“Karenanya uji selektivitas serta ekspresi berbagai macam protein yang terkait dalam pemicuan apoptosis dan regulasi daur sel perlu dilakukan untuk mengetahui kemanan dan mekanisme molekulernya dalam menghambat pertumbuhan kanker payudara,” tutur Amelianda.
Dari penelitian tiga mahasiswa Fakultas Farmasi yakni Ameilinda, Inna Amandari dan Sofa Farida berhasil menguji potensi kemopreventif ekstrak etanolik herba Ciplukan (EHC) pada sel kanker payudara. Berkat penelitiannya tersebut, ketiga mahasiswa tersebut dinyatakan menjadi pemenang I Bidang Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) pada Kompetisi Pemilihan Peneliti Remaja Indonesia (PPRI) ke-9 tahun 2010, sekaligus berhak mendapat hadiah uang sebesar Rp 12 juta. (Detik.com)
Sumber :
http://ibuprita.suatuhari.com/cegah-kanker-payudara-dengan-tanaman-ciplukan/wdw
Jepara - KeSEMaTBLOG. Lihatlah foto di samping ini. Ini adalah empat buah makanan dan atau minuman mangrove dari puluhan makanan dan minuman mangrove yang didemonstrasikan proses pembuatannya oleh para trainer pelatihan makanan dan minuman mangrove, di program konservasi mangrove tingkat nasional yang diinisiasi oleh KeSEMaT bertajuk MANGROVE REpLaNT (MR) 2009: Seminar Nasional, Pelatihan dan Penanaman Mangrove, yang dilaksanakan di Teluk Awur Jepara, 24 – 26 Juli 2009, yang lalu.
Empat macam penganan mangrove ini adalah jenang mangrove, kerupuk mangrove, sirup mangrove dan dodol mangrove. Keempatnya dibuat dari buah-buahan mangrove. Proses pembuatan semua penganan di atas, sebenarnya mudah dan sama prosesnya layaknya pembuatan jenang, kerupuk, sirup dan manisan biasa. Bedanya, hanya terletak di bahan bakunya saja, yaitu tepung buah mangrove. Sebagai informasi, hal penting yang perlu diperhatikan dalam pembuatan tepung mangrove adalah harus benar-benar dilakukan sesuai dengan petunjuk teknis yang disarankan. Mengingat hampir sebagian besar buah mangrove mengandung tanin yang bersifat racun, maka proses penghilangan racun ini, memang menjadi hal utama yang harus dicermati.
Setelah tanin bisa aman “dikeluarkan” dari buah-buahan mangrove, maka langkah selanjutnya tidak akan terlalu menjadi masalah. Artinya, proses pembuatan tiga makanan dan satu minuman di atas, bisa dilakukan seperti kita membuat makanan dan minuman biasa. Rasa yang ditawarkan mangrove untuk setiap produknya yang berhasil kita olah, ternyata memberikan sensasi rasa yang sangat khas dan berbeda.
Rasa pahit dan tawar yang “terkandung” di buah Lindur (Bruguiera gymnorrhiza) misalnya, serta merta berubah menjadi sangat manis, legit dan gurih pada saat menjadi cake atau kue bolu. Tak hanya itu, buah Sonneratia (Bogem atau Pidada), juga semakin lezat saja, begitu disulap menjadi jenang, sirup, dodol dan kerupuk mangrove.
Diversifikasi produk-produk yang berasal dari buah-buahan mangrove, seperti Bruguiera, Sonneratia, Avicennia, Acanthus, Hibiscus dan lain-lain, tentu saja sangat diperlukan untuk mempopulerkan mangrove ke kalangan masyarakat Indonesia dan dunia. Tapi, tentu saja pemberdayaan buah-buah mangrove dari segi ekonomi ini, bukanlah dimaksudkan untuk mengeksploitasinya secara berlebihan melainkan hanya ditujukan untuk lebih memasyarakatkan mangrove ke kalangan yang lebih luas, lagi. Salam MANGROVER!
Sumber :
http://kesemat.blogspot.com/2009/07/ini-dia-jenang-kerupuk-sirup-dan-dodol.html
19 Juni 2009
Bermula dari Keterpaksaan
PEMANFAATAN mangrove sebagai hidangan alternatif memiliki sejarah cukup panjang. Pada tahun 1965, ketika terjadi krisis pangan yang cukup hebat, masyarakat Teluk Balikpapan ”terpaksa” menyantap buah mangrove dari jenis Bruguiera gymnorrhiza sebagai pengganti nasi.
Caranya, buah mangrove direbus dan dimakan dengan parutan kelapa. Lebih nikmat apabila disantap saat buah masih hangat. Untuk menghilangkan rasa pahit yang melekat pada rebusan buah mangrove, mereka menaburkan gula merah dari nira pohon kelapa yang banyak terdapat di sekitar pantai.
Dalam perkembangannya, dengan teknik pengolahan yang lebih baik, buah bakau juga bisa dijadikan sirup dengan rasa hampir mirip dengan buah apel. Hal ini pernah dibuktikan oleh beberapa mahasiswa Jurusan Biologi Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) Surabaya. Sirup ini bukan hanya aman dikonsumsi, tetapi juga berharga ekonomis. Satu liter sirup bisa dijadikan 40 gelas es.
Tinggi 35 Meter Jenis Bruguiera gymnorrhiza itulah yang kini dianggap paling cocok dikembangkan di Indonesia. Selain batangnya kuat, tinggi pohon bisa mencapai 35 meter, sehingga dapat diandalkan untuk menjaga ekosistem pinggiran laut secara baik. Ia mampu berbuah sepanjang tahun.
Bruguiera gymnorrhiza merupakan salah satu spesies yang digunakan untuk merehabilitasi hutan bakau di kawasan pantai selatan Jawa Tengah, terutama pantai di Cilacap dan Kebumen, serta sepanjang pantai utara Jawa Tengah. Menurut hasil penelitian IPB, jenis ini mengandung karbohidrat cukup tinggi, bahkan melampaui berbagai sumber karbohidrat yang biasa dikonsumsi seperti beras, jagung, singkong, dan sagu.
Hasil penelitian menunjukkan, setiap 100 gram buah mangrove jenis Bruguiera gymnorrhiza memiliki kandungan energi 371 kalori; lebih tinggi dari beras (360 kalori) dan jagung (307 kalori). Kandungan karbohidratnya sebesar 85,1 gram/100 gram buah, lebih tinggi dari beras (78,9 gram) dan jagung (63,6 gram).
Pengganti Karbohidrat Mangrove ini cocok dieksplorasi sebagai sumber pangan lokal alternatif, sebagai pengganti bahan berkabohidrat yang makin mahal. Bruguiera gymnorrhiza mempunyai beberapa nama lokal, seperti lindur (Jawa-Bali), kajang-kajang (Sulawesi), aibon (Biak), dan mangi-mangi (Papua).
Cara pengolahannya tak terlalu rumit. Perendaman dan perebusan bisa menginaktifkan enzim serta mengurangi dan menghilangkan racun-racun pada buah (terutama tanin dan HCN). Melalui perendaman beberapa kali, daging buahnya yang semula berwarna cokelat tua berubah menjadi cokelat muda.
Setelah direbus, kadar HCN bisa ditekan menjadi 0,72 mg, dan turun lagi menjadi 0,504 mg setelah direndam. Sedangkan kadar tanin setelah perebusan 28,2 mg, dan setelah perendaman turun lagi menjadi 25.37 mg.
Sumber :
http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2009/06/19/68540/Bermula-dari-Keterpaksaan
Cegah Kanker Payudara Dengan Tanaman Ciplukan
Tanaman ciplukan ternyata tidak bisa dianggap sepele, meskipun buahnya kecil. Buah tanaman perdu ini ternyata juga mampu mencegah beberapa penyakit terutama kanker payudara. Hal ini seperti yang diutarakan oleh Ameilinda Monikawati.
Ciplukan mengandung senyawa Fisalin dan Withanolid yang disinyalir dari berbagai laporan mengandung aktivitas antikanker. Tanaman ini juga bersifat sitotoksik pada beberapa sel kanker, mampu menghambat pertumbuhan sel kanker payudara MDA-MB 231, sel adenokarsinoma paru NCL-H23, sel leukimia, serta memiliki aktivitas anthihepatoma pada sel hepatoma manusia Hep G2, Hep 3B, dan PLC/PRF/5.
“Dari penelitian-penelitian yang dilakukan menguatkan bila Ciplukan memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai agen kemopreventif,” ungkap Ameilinda Monikawati di kampus Universitas Gadjah Mada (UGM) di Bulaksumur, Yogyakarta, Rabu (1/12/2010).
Meanfaat tanaman tersebut terbukti mampu menghambat sel kanker payudara setelah dijadikan ekstrak. Ekstrak diperoleh daripengolahan buah ciplukan yang telah dihilangkan akarnya.
Ameilinda mengatakan aktivitas kemopreventif ekstrak etanolik herba Ciplukan menjadi alternatif pengobatan penderita kanker payudara. Sementara pengobatan kanker payudara dengan kemoterapi selama ini dinilai kurang efektif. Dengan kemoterapi seringkali menimbulkan adanya resistensi, serta beberapa efek samping seperti mual, muntah, toksisitas pada jaringan normal, toksisitas pada jantung menekan sistim imun.
“Karenanya dibutuhkan suatu alternatif terapi kanker yang lebih aman, terjangkau dan efektif,” katanya.
Secara in vitro dari penelitian ini berhasil menekan pertumbuhan sel kanker hingga 20 persen. Hanya saja tidak hanya secara in vitro, untuk mendukung penelitian potensi Ciplukan sebagai agen kemopreventif pada kanker payudara maka dilakukan pula secara uji in vivo. Uji secara in vivo ini bertujuan untuk mengobservasi pengaruh EHC pada hewan uji tikus betina galur Sprague Dawley.
Uji in vivo ini, kata Amelianda dilakukan melalui pengamatan hispatologi sel payudara dengan metode pewarnaan Hematoksilin & Eosin, serta aktivitas antiproliferasi EHC dengan metode AgNOR pada tikus yang terinduksi DMBA. Hasil penelitian menunjukkan bahwa EHC mampu menghambat proses karsiogenesis dari DMBA dan memiliki aktivitas antiproliferatif dengan menunjukkan black dots (nilai mAgNOR) dibandingkan dengan kelompok kontrol DMBA.
Dari penelitian yang dilakukan Amelianda, Inna dan Sofa berkesimpulan Ciplukan berpotensi untuk dikembangkan sebagai agen kemoprevensi kanker payudara melalui induksi apoptosis dan penghambatan proliferasi sel. Selain itu Ciplukan dapat dijadikan pula sebagai agen ko-kemoterapi dengan doxorubicin.
“Karenanya uji selektivitas serta ekspresi berbagai macam protein yang terkait dalam pemicuan apoptosis dan regulasi daur sel perlu dilakukan untuk mengetahui kemanan dan mekanisme molekulernya dalam menghambat pertumbuhan kanker payudara,” tutur Amelianda.
Dari penelitian tiga mahasiswa Fakultas Farmasi yakni Ameilinda, Inna Amandari dan Sofa Farida berhasil menguji potensi kemopreventif ekstrak etanolik herba Ciplukan (EHC) pada sel kanker payudara. Berkat penelitiannya tersebut, ketiga mahasiswa tersebut dinyatakan menjadi pemenang I Bidang Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) pada Kompetisi Pemilihan Peneliti Remaja Indonesia (PPRI) ke-9 tahun 2010, sekaligus berhak mendapat hadiah uang sebesar Rp 12 juta. (Detik.com)
Sumber :
http://ibuprita.suatuhari.com/cegah-kanker-payudara-dengan-tanaman-ciplukan/wdw
Komentar