Meskipun Presiden Tertidur dan Tak Berdaya, Bisnis Warteg Masih Siuman

Perumahan Suku baduy
Kita sering mendengar komunitas Baduy atau orang Kanekes, komunitas ini  tinggal di Kampung Keter, Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar,  Kabupaten Lebak, Provinsi  Banten dan hampir semuanya bermata pencaharian pertanian sampai sekarang ini.
Komunitas Baduy ini ada sebelum Indonesia merdeka, bahkan menurut kepercayaan yang dianutnya, kepercayaan ini lebih awal dari pengaruh Budha, Hindu dan agama samawi (langit)  lainnya yang ada di bumi pertiwi Nusantara ini.
Adat istiadat yang sekarang masih dipegang teguh yaitu; tidak diperkenankan menggunakan kendaraan untuk sarana transportasi, tidak diperkenankan menggunakan alas kaki, pintu rumah harus menghadap ke utara/selatan (kecuali  rumah sang Pu'un atau ketua adat), dan larangan menggunakan alat elektronik (teknologi) serta  aturan adat istiadat lainnya.
Yang menjadi suri tauladan atau contoh positif dari kehidupan sehari-hari mereka yaitu mereka mencintai alam seperti mencintai dirinya sendiri, sehingga alam pun membalas kebaikannya, yaitu menyediakan kebutuhan pokok sehari-hari dari hasil pertanian, dan mencukupinya sehingga tidak seorang pun dalam komunitas ini mengalami kurang pangan (kelaparan), karena hasil pertanian pangan yang melimpah. (BeritaSatu.com, 31/05/2015)
Mereka bercocok tanam di ladang-ladang, seperti pisang, padi huma, sayur-sayuran, buah-buahan hingga tanaman keras, dan pertanian dijadikan andalan kegiatan ekonomi mereka.
Sementara di komunitas Baduy dengan kesederhanaan mengolah alam dan menghasilkan pertanian pangan berlimpah, di tempat lain  di sekitar wilayah Indonesia  ada  19,4 juta penduduk masih menderita kelaparan (kekurangan pangan) sampai sekarang, walaupun Indonesia sudah merdeka mau ke-70 tahun dan presidennya sudah silih berganti dari Soekarno, Soeharto, Habibi, Gus Dur, Megawati, Soesilo dan sekarang Jokowi.
Jumlah angka penduduk kelaparan di  negeri Gemah Ripah Lohjinawi ini keluar dari Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (FAO) Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) .(Kompas.com, 30/5/2015).

Tentang potensi dan keunggulan alam Indonesia bukan hanya dirasakan oleh komunitas Baduy saja dalam mengelolanya sehingga mereka makmur dan bebas kelaparan, Major William Thorn dalam tulisan bukunya "The Conquest of Java" (Penaklukan Pulau Jawa, 1815)   "Bahwa potensi dan keunggulan hasil bumi yang diperoleh dari negeri jajahan Indonesia ini mampu menjadikan  negeri penjajah Belanda salah satu negeri termakmur di kawasan Eropa  selama kurun waktu dua abad lamanya".

Bagaimana dengan warung Tegal-warung Tegal yang banyak dan tersebar di Ibukota Jakarta dan wilayah sekitarnya ?

Konon dalam sejarah warung Tegal pada awal mulanya dibentuk oleh kerajaan Mataram masa kepemimpinan Sultan Agung di abad 16 yang berfungsi sebagai badan logistik makanan para prajuritnya  yang berperang melawan VOC di Batavia, selain badan logistik makanan, mereka juga diberi tugas membuka lahan-lahan (tegalan) pertanian di sepanjang kawasan pantura dari Tegal sampai Karawang.

Setelah kemerdekaan fungsi logistik makanan untuk para prajurit berubah ke logistik makanan perut pekerja, buruh, supir angkot dan komunitas kelas bawah lainnya dan tentunya dengan adanya imbalan buat keberlanjutan bisnis warung makan, sehingga  masih eksis sampai  sekarang.

Bahwa bisnis warung Tegal terus berjalan dari masa penjajahan sampai kemerdekaan karena mengandalkan keberkahan alam hasil pertanian pangan negeri ini (gemah ripah loh jinawinya), sama seperti komunitas Baduy.

Sehingga siapapun presidennya baik bekerja keras atau tertidur, bisnis warung Tegal terus berjalan selama bumi Indonesia masih bisa ditanam. SALAM WARTEGAN

 

Jakarta, 1 Juni  2015
*Ditulis oleh Mukroni  (Ketua Umum KOWANTARA)

 

Komentar

Populer

5 Oldest Islamic Boarding Schools in Java

Mengapa Bung Hatta dulu ingin Indonesia menjadi negara federal? Apa bedanya dengan negara kesatuan?

Terungkap Ternyata Pakaian Ihkram Cuma Beda Warna dengan Pakaian Biksu

Terungkap Ternyata Saba adalah Nama Orang Bukan Nama Negeri atau Daerah