Ternyata Kejujuran Merupakan Filosofi Langgengnya Bisnis Warung Tegal

Transaksi di warteg


Ternyata Kejujuran Merupakan Filosofi Langgengnya Bisnis Warung Tegal

Dalam bulan Ramadhan yang penuh dengan berkah dan karunia dari Tuhan Semesta Alam, seluruh umat Islam di seluruh penjuru dunia yang sudah baligh (mampu secara fisik dan mental) diwajibkan untuk menjalankan rukun Islam ke tiga yaitu berpuasa.

Hikmah atau filosofi dasar dari menjalankan ibadah untuk tidak makan dan minum serta tidak melanggar larangan-larangan yang membatalkan puasa adalah salah satunya agar yang menjalankan ibadah puasa ini terbiasa dengan tabiat, perilaku dan pengejawentahan sifat  kejujuran.

Orang lain tidak tau apakah seseorang berpuasa atau tidak karena hanya dirinya dan Tuhannya yang tau dia berpuasa (jangan samakan orang berpuasa dengan pengemudi bajay). Boleh dia mengaku berpuasa tetapi dalam kesendiriannya apakah dia sedang makan atau minum ?.

Dengan kejujuran dalam sifat diri seseorang,  maka perilaku tercela akan selalu dihindari, misalnya korupsi, merampok uang negara dan tidak amanah dalam mengemban jabatan tertentu dengan memperkaya  diri sendiri.

Bagaimana kejujuran dalam filosofi bisnis warung Tegal ?
Menyebar  dan banyaknya warung Tegal keberadaannya di sekitar Jadebotabek  dalam menjalankan roda bisnis warung makan untuk rakyat kecil dapat dilihat dari warna warungnya yang hampir atau seragam dengan dicat hijau yang melambangkan bahwa karunia dan berkah Tuhan terhadap kesuburan tanah air Nusantara sehingga macam varietas hasil pangan yang tersedia di bumi warung Tegal berada dapat dihidangkan, ada sayuran kangkung, bayam, kacang panjang, buncis, sawi, ada lauk pauk daging sapi, kambing, ikan tongkol, kembung, bandeng, tempe tahu dan tentunya buah pisang yang tumbuh dengan mudah di penjuru tanah Nusantara ini tanpa mengenal musim.

Para konsumen atau pelanggan warung Tegal disuguhi aneka makanan asli dalam negeri  dengan outlet-outlet yang terbuka untuk menarik selera makan para pelanggan dari buruh, supir, karyawan dan komunitas rakyat kecil lainnya untuk menikmati makanan asli Nusantara tanpa harus membayar dulu.

Para Wartegan (juragan/pemilik warung tegal) akan menghitung jumlah makanan yang sudah disantap oleh pelanggan dengan nilai uang dalam negeri yaitu rupiah tanpa harus memata-matai si pelanggan makan berapa banyak dan macamnya.

Tradisi kepercayaan kepada kejujuran pelanggan atau konsumen merupakan tradisi  yang dulu dilakukan leluhur wartegan (pemilik/juragan warung Tegal) dalam melayani kebutuhan makanan (logistik perut) prajurit Mataram dalam mengusir penjajah di Batavia, sehingga mempersilahkan para pelanggan atau konsumen berpuas diri dengan selera makanan warung Tegal tanpa melarang konsumen memilih jenis makanan yang disukai.

Dalam alam kemerdekaan tentunya bukan prajurit lagi yang dilayani tapi komunitas marginal yang butuh pelayanan makanan (logistik perut) dengan harga terjangkau alias murah yang dianggap sebagai para pejuang yang terus menghadapi kerasnya kehidupan di Ibukota.

Para Wartegan (juragan/pemilik  warung Tegal) menganggap bahwa para pelanggan yang makan di warungnya adalah seseorang yang jujur, karena dengan berbisnis dengan orang jujur  akan mendapat berkah keuntungan yang melimpah.

Bagi para wartegan pelanggan yang mau datang ke warungnya  merupakan karunia yang luar biasa karena makanan yang disediakan akan laku dan tidak mubadzir (sia-sia), baik pelanggan yang jujur maupun tidak jujur, warung Tegal selalu melayani pelanggan tanpa membeda-bedakan.

Masih banyaknya keberadaannya warung Tegal  menandai para pelanggan warung Tegal mempunyai sifat kejujuran yang masih melekat dalam perilakunya sehingga tidak merugikan warung Tegal.

Selain kejujuran para pelanggan yang makan di warung Tegal, bisnis warung Tegal juga ditopang oleh sumber daya alam Nusantara yang berlimpah, apa lagi cuma warung Tegal yang yang kebutuhan pokoknya  dapat dihitung, dulu Makmurnya negeri penjajah Belanda selama dua abad di kawasan Eropa karena ditopang oleh sumber daya alam yang berlimpah dan beraneka rupa yang dirampas dari Nusantara (Mayor William Thorn, The Conquest  of Java, 1815)

Setelah merdeka banyak orang kaya yang memarkirkan dana di luar negeri yang konon katanyaa lebih dari Rp. 4000 trilyun diparkir di Singapura (Liputan6, 19 Mei 2015), pertanyaannya apakah mereka jujur dalam memperolehnya ? dan apakah mereka juga ditopang oleh melimpahnya kekayaan sumber daya alam Nusantara ? dan pertanyaan terakhir apakah sama antara Belanda dan Singapura dalam mencapai kemakmurannnya ? pertanyaan-pertanyaan tersebut tentunya perlu dijawab dengan jujur seperti jujurnya pelanggan warung Tegal..... SALAM WARTEGAN

Jakarta, 21 Juni  2015
*Ditulis oleh Mukroni  (Ketua Umum KOWANTARA)

Komentar

Populer

5 Oldest Islamic Boarding Schools in Java

Mengapa Bung Hatta dulu ingin Indonesia menjadi negara federal? Apa bedanya dengan negara kesatuan?

Terungkap Ternyata Pakaian Ihkram Cuma Beda Warna dengan Pakaian Biksu

Ternyata Tidak Ada Satupun Ayat Al qur’an Menyebut Zabur (الزَّبُورِ) dengan Al Quran (الْقُرْآنُ) Bersamaan

Ternyata Zabur adalah Buku-buku Catatan