Warteg dan Konversi Gas

Enaknya Pakai Tabung Gas 3 Kg
MEDIA INDONESIA ::⁠ 09 Juni 2011

DI balik kisah ledakan tabung gas yang selama ini kerap diberitakan, sebagian masyarakat tetap menganggap program konversi minyak tanah ke tabung gas elpiji 3 kg telah membawa manfaat.

Khususnya bagi masyarakat yang suka memasak dan pemilik warung makan skala kecil, tabung elpiji 3 kg dirasakan memberi banyak kepraktisan dan keefisienan. Mereka menilai konversi ke elpiji terlambat dilakukan.

"Konversi minyak tanah ke elpiji seharusnya dilakukan sejak lama karena sebenarnya elpiji lebih memiliki banyak manfaat daripada minyak tanah," kata Ketua Komunitas Warteg Kalimatun Sawa Mukroni saat menjadi pembicara dalam seminar Rekam Jejak Perjalanan Program Konversi Minyak Tanah-elpiji Menuju Ketahanan Energi Nasional, di Jakarta, Selasa (7/6). Alasannya sederhana.

Salah satunya, kata Mukroni, memasak dengan elpiji tidak membuat makanan menjadi bau, seperti halnya bila memasak dengan minyak tanah. Tidak cuma itu, pemakaian elpiji menurut dia bisa membuat hubungan keluarga dan suami istri menjadi lebih harmonis. Loh?

"Iya, karena anak-anak yang bantu jualan sekarang bersih-bersih, bisa berhias, tidak lagi megang minyak. Suami istri juga harmonis, jadi lebih mesra karena rumahnya tidak bau lagi," ucap Mukroni yang langsung disambut gelak tawa peserta seminar.

Dari sisi bisnis, terutama bagi pengusaha warteg, program konversi juga ikut mengurangi ongkos operasional warung. Mukroni memberi ilustrasi, dulu sehari ia butuh 6 liter minyak tanah untuk memasak. Bila harga 1 liter minyak Rp6.000, ia akan mengeluarkan biaya Rp36.000.

"Bandingkan dengan harga tabung elpiji 3 kg yang sekitar Rpl3.000-Rpl8.000 ribu. Kitabisa menghemat hampir separuhnya," ujarnya.

Curahan hati Mukroni itu langsung disambut senyum Direktur Pembinaan Usaha Hilir Migas Kementerian ESDM Saryono Hadiwidjoyo.

Menurutnya, program konversi minyak tanah ke elpiji tidak cuma memberi manfaat kepada masyarakat, tapi juga bagi penghematananggaran dan subsidi negara. Ia menjelaskan, akumulasi penghematan yang didapat pemerintah dari program konversi ini-setelah dikurangi biaya konversi- sejak 2007 hingga April 2011 lalu mencapai Rp33 triliun. "Penghematan subsidi pun Rp45,3 triliun selama hampir empat tahun konversi," kata Saryono. (Marchelo/E-2)
(dibaca: 41 kali)
Sumber :
http://www.migas.esdm.go.id/tracking/berita-kemigasan/detil/259995/Enaknya-Pakai-Tabung-Gas-3-Kg

Komunitas Warteg Keluhkan Kenaikan Elpiji ke Senayan

Pertamina Ngaku Rugi Dari Penjualan Gas 12 Kg

Kamis, 23 Juni 2011 , 01:13:00 WIB

RMOL.Rencana kenaikan harga gas elpiji 12 kilo gram (kg) dinilai membebani pengusaha kecil. Sebab itu, Komunitas Warung Tegal (Warteg) secara tegas menolak.

Penolakan rencana kenaikan harga elpiji tersebut disampaikan Ketua Komunitas Warteg Ka­li­matun Sawa Mukroni saat rapat dengar pendapat (RDP) dengan Panja Konversi Minyak Tanah ke Gas di DPR, kemarin.

“Saat ini ada 30.000 pengusa­ha warteg dan 10 persennya su­dah menggunakan elpiji 12 kg. Jika harga elpiji itu dinaikkan akan mengurangi pendapatan kami,” keluhnya.

Saat ini, pihaknya berharap pe­merintah bisa memberikan subsidi atau membuat tabung khusus ukuran elpiji 12 kg khusus buat pedagang kecil. Pasalnya, elpiji ukuran 3 kg dinilai cepat habis.

Anggota Panja Konversi Mi­nyak Tanah ke Gas Heriyanto meminta Pertamina tidak terlalu cepat mengambil kebijakan me­naikkan harga elpiji 12 kg se­belum dilakukan pengkajian akibat kenaikan itu.

“Pertamina juga harus mem­perhitungkan dampak kenaikan itu bagi pengusaha yang sekarang menggunakan elpiji 12 kg,” te­gas anggota Komisi VII DPR itu.

Politisi Partai Demokrat ini me­nilai, kenaikan elpiji 12 kg akan membebani pengguna ru­mahan. Jangan sampai ketika di­naikkan para pengguna malah ber­alih ke elpiji 3 kg yang akan se­ma­kin membebani anggaran subsidi.

Di tempat terpisah, Ke­men­terian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyatakan masih belum menyetujui rencana kenaikan harga elpiji 12 kg dan 15 kg yang diusulkan Pertamina.

Direktur Jenderal Minyak dan Gas Kementerian ESDM Evita H Legowo mengatakan, pihaknya merasa khawatir jika kenaikan harga elpiji 12 kg dilakukan ka­rena akan menciptakan dis­pa­ritas harga yang tinggi antara el­piji 3 kg dan elpiji 12 kg.

“Memang sudah ada surat yang masuk ke kami, tapi kami belum putuskan karena khawatir dis­pa­ritas harga elpiji subsidi dan non subsidi semakin lebar,” ujarnya di Jakarta, kemarin.

Evita mengatakan, berapa pun kenaikan harga elpiji non subsidi akan sangat berpenga­ruh pada disparitas harga. Oleh karena itu, setiap usalan kenaik­an harga ha­rus dipertimbangkan dan dijajaki terlebih dahulu.

Vice President Corporate Com­munication PT Pertamina M Harun mengatakan, usulan ke­naikan elpiji 12 kg dan 50 kg merupakan bentuk win-win so­lution antara Pertamina dengan ka­langan industri.

“Kita ingin berbagi peran de­ngan mereka. Kita bisa pas­tikan kalau suplai gas kita ke industri lancar, tapi kita juga harus di­ban­tu agar harga kita se­suai dengan harga keekonomian, jadi kita tidak rugi terus-terusan,” ujarnya.

Meski begitu, kata Harun, pi­haknya terus melakukan per­hi­tungan terhadap rencana ke­naikan elpiji 12 kg, 50 kg dan in­dustri. Pertamina juga tetap me­ngedepankan agar kenaikan ter­sebut tidak memberatkan pe­laku usaha termasuk industri.

Menurut Harun, dasar usulan kenaikan ini juga tidak terlepas dari upaya menambah jangkau­an suplai elpiji kepada industri. Se­lama ini, permintaan industri di­tahan men­jadi 900.000 ton dari permintaan sesungguhnya 1,1 juta ton.

Direktur Pemasaran dan Niaga Pertamina Djaelani Sutomo me­ng­­ungkapkan, dalam satu bulan pi­haknya mengalami ke­rugian se­besar Rp 300 miliar dari pen­jua­lan elpiji 12 kg.

Pada kuartal I-2011, kerugian mencapai Rp 1 triliun, sedangkan hingga April 2011 kerugian ber­tambah menjadi Rp 1,3 triliun.

Djaelani mengatakan, kerugi­an Pertamina sejak April 2011 te­lah mencapai 57,5 persen. Di­per­kirakan kerugian bisa mencapai Rp 2,25 triliun. Kerugian yang dialami Pertamina dikarenakan konsumen untuk elpiji 12 kg terus meningkat.

“Banyak konsumen yang lebih nyaman menggunakan elpiji 12 kg dibandingkan elpiji 3 kg dan harganya tidak terlalu mahal,” jelas  Djaelani.

Sebelumnya, kenaikan elpiji 50 kg dijadwalkan akan berlaku ak­hir Juni 2011, sementara elpiji 12 kg akan menyusul. [rm]

Sumber: http://m.rakyatmerdekaonline.com/news.php?id=30897

Daerah terpencil masih dapat jatah minyak tanah

Oleh Bisnis, Jun 7, 2011

JAKARTA : Pemerintah memastikan tetap akan menyediakan minyak tanah bersubsidi untuk wilayah Indonesia Timur terutama di daerah terpencil, mengingat keterbatasan infrastruktur penyediaan gas elpoji 3 kilogram di wilayah itu.

Direktur Hilir Migas pada Ditjen Migas Kementerian ESDM Saryono Hadiwijoyo mengatakan dari program konversi minyak tanah ke elpiji 3 kg, pemerintah menargetkan adanya pengurangan konsumsi minyak tanah dari yang sebelumnya 9,9 juta KL menjadi 2 juta KL.

Jumlah minyak tanah sebesar 2 juta KL tersebut akan tetap disediakan untuk memenuhi kebutuhan minyak tanah di wilayah Indonesia Timur seperti NTT, Maluku, Maluku Utara, Papua dan Papua Barat.

“Untuk Indonesia Timur akan tetap dipertimbangkan program konversi untuk kota-kota besarnya seperti Ambon dan Sorong. Kalau yang agak remote itu pembangunan infrastrukturnya agak sulit, jadi mungkin itu akan tetap diberi minyak tanah bersubsidi yang besarnya sekitar 2 juta KL atau 2,1 juta KL,” ujarnya dalam Seminar Nasional Konversi Minyak Tanah ke LPG hari ini.

Sejak program konversi digulirkan pada 2007, pemerintah menargetkan pendistribusian paket perdana tabung gas 3 kg sebanyak 42 juta.

Namun seiring dengan pertumbuhan penduduk, sekarang target itu menjadi 52,9 juta paket yang diperkirakan selesai pada 2011-2012. Hingga akhir April 2011, paket yang sudah didistribusikan sekitar 49 juta.

“Rencananya 52,9 juta, mudah-mudahan itu tercapai. Target pendistribusian selesai pada 2011 atau 2012 awal,” ujarnya.

Sementara itu Ketua Komunitas Warteg Kalimatun Sawa Mukroni mengatakan program konversi ini sangat bermanfaat bagi kalangan pengusaha warteg dan pedagang makanan lokal lainnya. Komunitas Warteg Kalimatun Sawa mewadahi sekitar 25.000 pengusaha warteg dan penjual makanan seperti empek-empek, bubur ayam dan pecel lele di wilayah Jabodetabek. (arh)

Sumber: http://www.bisnis-jatim.com/?p=13093

Asosiasi Warteg Minta Harga Elpiji 12 Kg Tidak Naik

Rabu, 22 Juni 2011 - 14:11 wib

Muhammad Rifai - Okezone

JAKARTA – Asosiasi warung Tegal (warteg) mengusulkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) agar kenaikan harga elpiji ukuran 12 kilogram (kg) yang sedang direncanakan tidak dibebankan kepada mereka, walau pun penggunaan gas tersebut untuk industri.

Ketua Asosiasi Warteg Mukroni mengatakan untuk elpiji 12 kg kalau bisa tidak dinaikan, malah kalau perlu disubsidi. "Hanya untuk pengusaha warteg saja," ujarnya saat rapat dengan Anggota Komisi VII DPR RI, di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (22/6/2011).

Jika memang kenaikan itu dirasa perlu, pihaknya mengembalikan kepada pemerintah, "Selama ini para pengusaha warteg juga banyak yang menggunakan ukuran 3 kg," ujarnya.

"Selama isi tabung itu pas takarannya, kita masih bisa untung. Tapi, kalau tabung itu ukurannya sudah disunat ya kita jadi rugi," tegasnya.

Mukroni mengakui, penghasilan dari usaha warteg perharinya bisa mencapai Rp500 ribu, sedangkan untuk usaha warteg yang bagus, bisa sepuluh kali lipatnya. "Namun, kalau yang sudah bagus pemasukannya bisa mencapai Rp5 juta," tutupnya.
(and)

Sumber : http://m.okezone.com/read/2011/06/22/320/471358

Komentar

Populer

5 Oldest Islamic Boarding Schools in Java

Mengapa Bung Hatta dulu ingin Indonesia menjadi negara federal? Apa bedanya dengan negara kesatuan?

Ternyata Tidak Ada Satupun Ayat Al qur’an Menyebut Zabur (الزَّبُورِ) dengan Al Quran (الْقُرْآنُ) Bersamaan

Terungkap Ternyata Pakaian Ihkram Cuma Beda Warna dengan Pakaian Biksu